Pages

Minggu, 28 April 2013

Tertarik Lihat Sandal Tak Masuk Masjid, Satu Keluarga di Aceh Masuk Islam



 
Hidayatullah.com—Tertarik dengan ajaran Islam, satu keluarga Katholik di Dusun Sigarap Desa Sikoran Danau Paris memutuskan masuk Islam. Teungku Jamaluddin, Da’i perbatasan di desa Napagaluh Kecamatan Danau Paris Kabupaten Aceh Singkil mengatakan telah mensyahadatkan satu keluarga Katholik  hari Sabtu.
Menurut keterangan Teungku Jamaluddin, kesan dan alasan mereka sehingga memutuskan untuk masuk Islam disebabkan karena mereka melihat adanya keseragaman umat Islam dalam beribadah terutama ketika datang ke masjid semua berbusana yang sama dengan memakai mukena putih sehingga tidak menghilangkan perbedaan antara kaya miskin.
“Islam juga melarang kita menampakkan aurat kepada orang lain,” ujar Jamaluddin Sabtu, (27/04/2013) kemarin.
Kelima muallaf ini adalah; Tias Mida Br Sitorus (orang tua), Rika Maria Br Malau (Anak Perempuan), Reno Josep Malau (Anak Laki-laki), Romiana Maria Br Malau (Anak Perempuan) dan Rikki Neysyen Josep Malau.
Menurut  keterangan muallaf kepada Teungku Jamaluddin,  alasan lain memutuskan masuk Islam adalah karena mereka terkesan dengan agama Islam melalui ajaranya yang sangat selektif dalam memilih makanan yang bersih dan kesucian lain. Hal ini, menurutnya membuat banyak umat Islam yang “bercahaya” wajahnya. Apalagi saat melakukan ibadah sebelumnya mereka diperintahkan untuk bersuci.
Dan yang paling mereka suka dan tertarik ketika melihat umat Islam datang ke masjid untuk beribadah, mereka diwajibkan untuk membuka sepatu dan sandal agar bisa masuk ke Masjid karena mereka sangat menyadari bahwa Masjid itu adalah rumah Allah (rumah tuhan) yang wajib dijaga kesuciannya.
Sementara itu, di daerah dekat masjid tempat Teungku Jamaluddin bertugas untuk dilakukan pembinaan intensif dalam mengajari dasar-dasar agama Islam.
Sebelumnya, Teungku Jamaluddin dan kawan-kawannya juga sudah mensyahadatkan banyak pemuda Katolik dan saat ini mereka dibawa ke lembaga pendidikan dayah di beberapa dayah di Aceh untuk mendapatkan pendidikan Islam yang intensif. Salah satu dayah yang menampung muallaf ini adalah Dayah Mahyal Ulum di Kecamatan Sibreh Aceh Besar.
Perhatian pemerintah kurang
Meski kebutuhan pembinaan muallaf di Aceh cukup besar, menurut Jamaluddin, hingga saat ini mereka kekurangan bantuan biaya pendidikan mereka. Karena itu Jamaludin mengharapkan perhatian pemerintah khususnya instasi yang menangani santunan dan bantuan para muallaf yang baru masuk Islam seperti Baitul Maal dan juga masyarakat Muslim lainnya yang memiliki kemampuan.
Menurut Teungku Jamaluddin, keluarga ini merupakan kurang mampu dan juga mereka anak yatim yang sudah di tinggalkan ayahnya 5 tahun yang lau. Mereka mempunyai keinginan dan kesungguhan untuk mempelajari Islam. Mereka memiliki enam bersaudara,  sedangkan dua anggota keluarga lagi masih berada di Kabanjahe dan Dolok Sanggul Sumatera Utara yang isyaAllah kedua orang ini akan menyusul masuk Islam kata Ibunya seperti yang dituturkan oleh Teungku Jamaluddin.
Setelah mengaku mensyahadatkan satu keluarga ini, Jamaluddin yang juga da’i perbatasan yang telah dikirim oleh Dinas Syari’at Islam Prov. Aceh ini saat ini sedang berupaya  mencari rumah kontrakan untuk keluarga mualaf tersebut. Siapa mau bantu?.*/Teuku Zulkhairi, Aceh

Jumat, 26 April 2013

Gajah Laut Temukan Dapur Es Antartika


Gajah Laut Temukan Dapur Es Antartika
Hidayatullah.com—Gajah-gajah laut yang dipasangi sensor pada kepalanya dan berenang ke laut dalam Antartika telah membantu para ilmuwan memahami bagaimana perairan laut terdalam dan terdingin itu terbentuk, memberikan informasi penting untuk lebih memahami perannya dalam perubahan iklim dunia.
Gajah-gajah laut yang diberi transmiter, bersama data dari satelit canggih dan tambatan-tambatan yang dipasang di lembah-lembah dalam laut, semua berperan memberikan data tentang keadaan alam antartika yang sangat ekstrim, di mana observasi sangat langka dilakukan dan tidak bisa ditembus oleh kapal-kapal ilmuwan, kata para peneliti di Antarctic Climate & Ecosystem CRC di Tasmania.
Ilmuwan telah lama tahu adanya “air bawah Antartika,” sebuah lapisan air yang padat dan dalam dekat dasar samudera yang memiliki pengaruh besar dalam pergerakan air di lautan dunia.
Tiga area di mana lapisan air ini terbentuk sudah diketahui, sementara area keempat berpuluh-puluh tahun menjadi misteri karena terlalu jauh untuk dijangkau, sampai akhirnya transmiter bisa dipasang di kepala gajah-gajah laut itu.
“Gajah-gajah laut itu berenang hingga garis pantai di mana tidak ada kapal yang pernah menjangkaunya,” kata Guy Williams, pakar es di lautan di ACE CRC dan salah satu ilmuwan yang menulis laporan penelitian itu
“Air Antartika yang berbentuk khusus ini disebut air bawah Antartika, salah satu mesin yang mendorong sirkulasi air di lautan,” katanya kepada Reuters (26/2/2013). “Yang kami lakukan adalah menemukan sebuah piston lain dari mesin tersebut,” imbuhnya.
Gajah laut adalah jenis seal (pinniped, hewan mamalia laut seperti anjing laut-red) yang paling besar, di mana pejantannya bisa tumbuh hingga panjang enam meter dengan berat 4.000kg.
Tahun 2011 stasiun penelitian di Antartika, David Station, memasang sensor di kepala 20 ekor gajah laut. Setiap sensor berbobot 100-200 gram itu memiliki transmiter yang terhubung dengan satelit dan dapat mengirimkan data setiap hari dengan interval 5-10 menit saat gajah laut berenang di permukaan.
“Kami bisa mendapatkan empat data selaman yang berharga setiap harinya, namun mereka bisa menyelam sampai 60 kali,” kata Williams.
“Gajah-gajah laut ini … pergi sampai tepat ke sumbernya, yang ternyata sangat dingin, sangat padat dan sangat asin di pertengahan musim dingin di bawah sebuah polynya, yang kami sebut sebagai pabrik es di sekitar garis partai Antartika,” imbuh Williams.
Dari data yang dikumpulkan dengan bantuan gajah-gajah laut tersebut, ilmuwan berharap bisa lebih memahami perubahan iklim global dunia, yang selama ini sudah diketahui dipengaruhi langsung oleh keadaan air di lautan dalam kutub selatan, Antartika.*